Remake Metal Gear Solid 1: Tantangan Besar bagi Konami

Proyek remake Metal Gear Solid Delta yang saat ini sedang dikembangkan oleh Konami telah menjadi sorotan banyak penggemar, namun banyak fans juga mengharapkan remake dari Metal Gear Solid pertama. Meski demikian, tampaknya remake dari Metal Gear Solid 1 akan memerlukan waktu yang lebih lama dan lebih kompleks untuk direalisasikan. Apa yang menyebabkan proyek ini menjadi lebih menantang dibandingkan Snake Eater?

Lebih Sulit dari Remake Snake Eater?

Dalam wawancara terbaru dengan Famitsu, produser Metal Gear Solid Noriaki Okamura mengakui bahwa remake dari game lain dalam seri ini, termasuk Metal Gear Solid 1, sangat mungkin terjadi. Namun, ia juga memperingatkan bahwa pengembangan remake ini tidak akan datang dalam waktu dekat. Alasannya? Membuat ulang game klasik seperti Metal Gear Solid 1, serta dua game Metal Gear yang dirilis di platform MSX2 dan NES, memerlukan banyak elemen baru yang harus diciptakan dari awal.

Delta: Remake yang Lebih Akurat dan Simpel

Di sisi lain, Metal Gear Solid Delta: Snake Eater dinilai lebih mudah untuk dibuat ulang. Game ini awalnya merupakan game 3D di platform PlayStation 2, sehingga Konami bisa menggunakan aset-aset yang sudah ada dan memperbaruinya ke versi HD yang lebih modern. Berdasarkan preview awal, remake Snake Eater ini tampak seperti versi satu banding satu dengan game aslinya, dengan hanya sedikit perubahan.

Langkah Konami Selanjutnya untuk Franchise Metal Gear Solid

Saat ini, Konami sedang mempertimbangkan langkah selanjutnya untuk franchise Metal Gear Solid yang telah terbengkalai sejak kepergian Hideo Kojima, pencipta seri ini. Menurut Okamura, langkah selanjutnya akan bergantung pada resepsi terhadap Metal Gear Solid Delta.

Konami tampaknya lebih berfokus pada pelestarian warisan seri MGS daripada melanjutkan cerita baru untuk saat ini. Okamura menegaskan bahwa sebelum semua anggota tim dari versi original meninggalkan studio, mereka perlu memastikan bahwa franchise Metal Gear Solid bisa bertahan untuk 10 atau bahkan 50 tahun ke depan.

Upaya Pelestarian dengan Remaster MGS Master Collection

Selain mengerjakan MGS Delta: Snake Eater, Konami juga melestarikan franchise ini dengan merilis MGS Master Collection Volume 1, yang mencakup Metal Gear 1 dan 2, serta MGS 1, 2, dan 3. Volume 2 dari koleksi ini juga sedang dalam tahap pengerjaan, dan akan mencakup Metal Gear Solid 4.

Meskipun remake dari Metal Gear Solid 1 masih menjadi tantangan besar, Konami tetap berkomitmen untuk menjaga warisan franchise ini agar tetap hidup dan relevan di masa mendatang. Fans pun harus bersabar menunggu perkembangan selanjutnya untuk melihat bagaimana Metal Gear Solid akan berkembang di tangan Konami.

Mode Co-op Assassin’s Creed Shadows: Fitur Baru yang Dinanti

Ubisoft baru-baru ini mengumumkan bahwa peluncuran game Assassin’s Creed Shadows diundur hingga tahun 2025. Penundaan ini dilakukan untuk memberikan waktu lebih bagi tim pengembang dalam memoles dan menyempurnakan pengalaman bermain saat game resmi dirilis. Namun, meskipun terjadi penundaan, Ubisoft membawa kabar baik terkait pengembangan fitur terbaru dalam game tersebut, yakni mode Co-op, yang saat ini sedang dikerjakan dan direncanakan hadir setelah rilis.

Pengembangan Mode Co-op Assassin’s Creed Shadows

Menurut laporan dari Insider Gaming, Ubisoft sedang mengembangkan mode Co-op untuk Assassin’s Creed Shadows, yang dikenal dengan nama kode LEAGUE. Mode ini memberikan kesempatan bagi pemain untuk bekerja sama dalam menghadapi tantangan dalam game, memperluas pengalaman bermain dengan menambahkan elemen kerja sama tim.

Pengembangan mode Co-op ini sebenarnya sudah dimulai jauh sebelum pengumuman penundaan perilisan Shadows. Oleh karena itu, penambahan mode ini bukan merupakan keputusan yang diambil sebagai respons langsung terhadap penundaan. Namun, informasi detail mengenai kapan mode ini akan dirilis masih belum jelas, meski diperkirakan akan hadir setelah perilisan game utama.

Gambaran Mode Co-op Assassin’s Creed Shadows

Meskipun rincian lengkap mengenai mode Co-op ini belum dirilis, beberapa informasi awal menyebutkan bahwa pemain akan bisa mengendalikan dua karakter utama, Naoe dan Yasuke, yang akan bertarung bersama dalam mode ini. Setiap pemain dapat menggunakan kemampuan unik dari masing-masing karakter, memberikan variasi dalam strategi permainan. Dengan demikian, ini diharapkan membawa dimensi baru para penggemar Assassin’s Creed yang ingin merasakan aksi lebih intens bersama teman-teman mereka.

Proyek Assassin’s Creed Lainnya

Selain pengembangan mode Co-op di Assassin’s Creed Shadows, Ubisoft juga memiliki beberapa proyek multiplayer lainnya yang tengah digarap. Salah satunya adalah Assassin’s Creed Invictus, yang akan menjadi game penuh multiplayer dan direncanakan rilis pada tahun 2025. Invictus diharapkan membawa pengalaman bermain multiplayer yang lebih mendalam dan berbeda dari game Assassin’s Creed lainnya.

Tak hanya itu, Ubisoft juga dikabarkan sedang mengerjakan Project Obsidian, yang diyakini merupakan remake dari Assassin’s Creed Black Flag, serta Project Hexe, sebuah game yang dianggap sebagai game Assassin’s Creed paling gelap yang pernah dikembangkan. Kedua proyek ini menjadi bagian dari ambisi besar Ubisoft dalam memperluas dunia Assassin’s Creed dengan berbagai gaya permainan dan cerita.

Penantian Penuh Antusias

Bagi para penggemar Assassin’s Creed, penundaan Assassin’s Creed Shadows mungkin terasa mengecewakan. Namun, kehadiran mode Co-op yang sedang dikembangkan ini memberikan harapan baru. Dengan kemampuan untuk bertarung bersama dalam dunia Shadows, para pemain bisa merasakan petualangan yang lebih seru dan mendalam, sekaligus menikmati pengalaman multiplayer yang ditawarkan Ubisoft.

Kini, kita hanya bisa menantikan perilisan Assassin’s Creed Shadows di tahun 2025 dan melihat bagaimana mode Co-op akan memberikan pengalaman baru yang menarik dalam franchise legendaris ini.

Red Barrels Kena Serangan Hacker: Imbas pada Data Outlast

Baru-baru ini, Red Barrels, developer di balik game horor psikologi Outlast, mengalami peretasan data yang mengkhawatirkan. Serangan siber ini berdampak pada operasi pengembangan game dan keamanan informasi internal perusahaan. Berikut detail dari insiden ini.

Serangan Siber terhadap Red Barrels

Pada Rabu, 2 Oktober, Red Barrels mengonfirmasi adanya serangan siber yang berhasil menembus sistem mereka. Serangan ini memicu keprihatinan serius karena berpotensi membahayakan keamanan data perusahaan, termasuk informasi penting terkait pengembangan game Outlast. Tak lama setelah serangan terdeteksi, tim internal mereka langsung bergerak cepat untuk mengamankan data dan mencegah kerugian lebih lanjut.

Tindakan Cepat dan Penyelidikan Ahli

Menanggapi serangan tersebut, Red Barrels bekerja sama dengan tim ahli keamanan siber eksternal untuk melakukan investigasi mendalam. Para ahli ini diberi mandat untuk mengidentifikasi bagaimana serangan terjadi dan sejauh mana kerugian yang dialami. Selain itu, perusahaan telah menghubungi pihak berwenang untuk melaporkan insiden ini dan melindungi pihak-pihak yang mungkin terkena dampaknya.

Meskipun serangan ini berhasil diatasi dengan aman, Red Barrels mengakui bahwa dampaknya cukup signifikan terhadap pengembangan proyek mereka dan kerahasiaan data perusahaan. Serangan ini mengganggu ritme kerja studio dan berdampak pada karyawan serta proses pengembangan game yang sedang berjalan.

Detail Data yang Dicuri Dirahasiakan

Meskipun mengonfirmasi adanya serangan dan dampaknya, Red Barrels tidak merinci secara spesifik data apa saja yang telah dicuri oleh hacker. Namun, menurut laporan dari Insider Gaming, hacker tampaknya telah berhasil mengakses berbagai informasi sensitif, termasuk kode sumber game, data pembuatan game, informasi sumber daya manusia, hingga informasi keuangan perusahaan seperti kartu kredit.

Hingga saat ini, akun media sosial resmi Red Barrels, termasuk akun X (sebelumnya Twitter), telah dilindungi untuk menjaga keamanan lebih lanjut. Mereka juga telah mengambil langkah-langkah pencegahan guna menghindari potensi kebocoran data tambahan di masa mendatang.

Dampak dan Implikasi Keamanan Siber

Kasus peretasan ini mengingatkan bahwa tidak hanya perusahaan besar, tetapi juga studio pengembang game seperti Red Barrels, dapat menjadi target serangan siber. Keamanan data menjadi hal yang semakin krusial, terutama bagi perusahaan yang terlibat dalam industri kreatif seperti pengembangan game, yang sering menyimpan berbagai informasi rahasia terkait produk dan karyawan.

Peretasan ini juga berdampak pada proses pengembangan game Outlast dan menambah tantangan bagi studio. Namun, Red Barrels tampaknya tetap berusaha untuk melindungi data serta mengamankan proyek mereka agar tidak terganggu secara signifikan.

Kesimpulan

Serangan siber terhadap Red Barrels adalah peringatan bagi industri game dan perusahaan lain untuk selalu memperkuat sistem keamanan siber mereka. Red Barrels telah merespons dengan cepat dan berkolaborasi dengan para ahli untuk memastikan insiden ini tidak berkembang lebih parah. Walaupun dampak dari serangan ini masih dirasakan, perusahaan telah mengambil langkah penting untuk melindungi data mereka dan melaporkan masalah ini kepada pihak berwajib.

Bagaimana pendapatmu tentang serangan ini? Apakah industri game cukup terlindungi dari ancaman siber?

 

Mode 2v8 Dead by Daylight Kembali: Siapkah Kamu Bertahan?

Pada 25 Juli lalu, Behaviour Interactive, developer di balik Dead by Daylight (DBD), mengumumkan mode 2v8 yang sempat menjadi mode terbatas (limited-time) dalam game. Mode ini membawa keseruan baru dengan memungkinkan 8 pemain berperan sebagai Survivor dan 2 pemain berperan sebagai Killer, menciptakan tantangan dan pengalaman bermain yang lebih intens. Para pemain sangat antusias dengan mode ini hingga meminta developer untuk mempertimbangkan menjadikannya permanen.

Melihat tingginya antusiasme dan permintaan dari komunitas, developer sempat memperpanjang durasi mode 2v8 hingga 15 Agustus. Namun, setelah itu, mode tersebut akhirnya ditarik dari permainan, meninggalkan banyak pemain yang berharap akan kembalinya mode ini.

Kembalinya Mode 2v8 pada November

Kabar baiknya, Dead by Daylight telah mengumumkan bahwa mode 2v8 akan kembali pada 12 November 2024. Mode ini hanya akan tersedia selama 15 hari, dari 12 November hingga 26 November, sebelum kembali ditutup. Para penggemar mode ini tentu tidak ingin melewatkan kesempatan untuk kembali merasakan sensasi bertahan hidup dari dua Killer secara bersamaan.

Yang menarik, kembalinya mode 2v8 kali ini tidaklah sama dengan versi sebelumnya. Developer telah mendengarkan feedback dari komunitas pemain dan melakukan sejumlah pembaruan untuk membuat gameplay lebih seimbang dan menyenangkan.

Pembaruan dalam Mode 2v8

Dalam versi terbaru ini, para pemain dapat memilih dari beberapa Killer ikonik DBD, termasuk The Trapper, The Wraith, The Hillbilly, The Nurse, The Huntress, The Blight, The Spirit, dan The Deathslinger. Selain itu, semua Survivor yang tersedia dalam game dapat dimainkan dalam mode 2v8, memberikan variasi strategi bagi pemain.

Peta yang dapat dimainkan juga mengalami perubahan. Dua peta baru untuk mode 2v8 akan tersedia, yaitu Yamaoka Estate dan Grave of Glendlae, bersama peta lain yang sudah ada dalam Realms mode.

Kelas dan Kemampuan Baru untuk Survivor dan Killer

Selain pembaruan pada peta dan karakter, Dead by Daylight menghadirkan Active Abilities baru untuk para Survivor serta peningkatan pada Unlock Abilities. Setiap Class Survivor seperti Guide, Medic, Escapist, dan Scout akan mendapatkan akses ke dua Unique Abilities, memberikan keunggulan unik yang dapat membantu tim mereka bertahan hidup dari ancaman Killer. Unlock Abilities juga telah ditingkatkan untuk memberi setiap Class Survivor lebih banyak keunggulan dalam menghadapi musuh.

Para Killer juga dibedakan menjadi empat Class baru, yang masing-masing memiliki keahlian khusus dalam berburu Survivor. Berikut adalah pembagian Class Killer dalam mode 2v8:

  • Shadow: Killer yang dapat bergerak diam-diam untuk menyergap Survivor.
  • Brute: Killer yang fokus pada serangan tanpa henti saat mengejar target.
  • Enforcer: Spesialis dalam melumpuhkan Survivor yang terluka.
  • Fearmonger: Killer yang mampu meningkatkan pergerakan di seluruh peta untuk membantu sesama Killer.

Apakah Mode 2v8 Akan Jadi Mode Permanen?

Meski saat ini mode 2v8 masih bersifat terbatas waktu, pembaruan dan perbaikan yang dilakukan oleh developer menunjukkan bahwa mereka serius mendengarkan para pemain. Banyak penggemar berharap bahwa mode ini pada akhirnya akan menjadi fitur permanen di masa mendatang. Mengingat betapa populernya mode ini sejak pertama kali diluncurkan.

Dengan berbagai pembaruan yang dilakukan, mode 2v8 di Dead by Daylight kali ini menawarkan pengalaman yang lebih seru dan strategis, baik bagi Survivor maupun Killer. Jadi, jangan lewatkan kesempatan untuk mencoba mode ini pada 12 November mendatang!

Tengkulak PS5 Pro Edisi 30 Tahun: Masalah yang Kembali Muncul

Tengkulak telah menjadi tantangan yang harus dihadapi konsumen saat membeli produk yang sedang populer atau in demand, terutama produk teknologi seperti konsol game. Salah satu contohnya adalah peluncuran PlayStation 5 (PS5) pada tahun 2020, di mana banyak tengkulak memanfaatkan kelangkaan produk tersebut dengan menjualnya kembali dengan harga yang jauh lebih tinggi. Kini, masalah yang sama muncul lagi dengan peluncuran PS5 Pro edisi spesial perayaan 30 tahun.

Peluncuran PS5 Pro dan Edisi 30 Tahun

Baru-baru ini, Sony Interactive Entertainment mengumumkan peluncuran PS5 Pro yang dibanderol dengan harga sekitar 700 USD (sekitar 10,6 juta rupiah). Konsol ini membawa peningkatan kinerja dibandingkan versi sebelumnya. Selain itu, Sony juga memperkenalkan PS5 Pro Edisi Perayaan 30 Tahun, yang didesain dengan tampilan ikonik menyerupai PlayStation pertama. Edisi khusus ini dirilis dalam jumlah terbatas, hanya diproduksi sebanyak 12.300 unit, dan dihargai 1.000 USD (sekitar 15,2 juta rupiah).

Edisi perayaan ini segera menjadi incaran banyak penggemar setia PlayStation dan kolektor. Namun, seperti biasa, tengkulak ikut meramaikan dengan memanfaatkan kelangkaan produk tersebut. Saat artikel ini ditulis, beberapa tengkulak sudah mulai mencantumkan PS5 Pro Edisi 30 Tahun ini dengan harga fantastis. Berkisar antara 3.000 USD hingga 6.000 USD, atau sekitar 45 juta rupiah hingga 91 juta rupiah. Harga yang melonjak drastis ini tentu saja jauh di atas harga aslinya, dan menjadi tantangan bagi para penggemar yang benar-benar ingin memiliki konsol tersebut.

Kebijakan Khusus di Jepang

Menariknya, Sony Jepang telah menerapkan kebijakan yang cukup unik untuk mencegah tengkulak di negaranya. Sony memberikan syarat ketat bagi pembeli yang ingin melakukan pre-order PS5 Pro Edisi 30 Tahun. Dua syarat utama yang harus dipenuhi adalah:

  1. Pembeli harus memiliki akun PlayStation yang terdaftar di wilayah Jepang.
  2. Akun tersebut harus mencatat 30 jam bermain di konsol PS4 atau PS5 antara Februari 2014 hingga 19 September 2024.

Kebijakan ini dibuat agar konsol edisi terbatas tersebut hanya bisa dibeli oleh orang-orang yang memang telah lama menjadi bagian dari ekosistem PlayStation. Selain itu, syarat ini juga secara tidak langsung membatasi bahwa satu akun hanya dapat melakukan satu pre-order, sehingga mengurangi kemungkinan konsol tersebut jatuh ke tangan tengkulak.

Mengapa Kebijakan Serupa Tidak Diterapkan di Negara Lain?

Penerapan kebijakan ini hanya di Jepang menimbulkan pertanyaan dari banyak pihak. Banyak yang berpendapat bahwa kebijakan serupa seharusnya bisa diterapkan di negara-negara lain untuk mencegah tengkulak memanfaatkan kesempatan ini. Selain melindungi konsumen yang benar-benar ingin memiliki PS5 Pro Edisi 30 Tahun, kebijakan ini juga akan memastikan bahwa konsol edisi terbatas tersebut tidak hanya dimiliki oleh tengkulak yang hanya mencari keuntungan semata.

Kebijakan ini juga terbilang cukup mudah untuk diikuti. Syarat bermain 30 jam dalam jangka waktu 10 tahun adalah sesuatu yang realistis untuk para penggemar setia PlayStation. Hal ini tentu bisa menjadi solusi yang baik untuk mencegah lonjakan harga akibat tengkulak, yang kerap kali merugikan konsumen asli.

Peluncuran PS5 Pro Edisi Perayaan 30 Tahun menghadirkan kembali masalah tengkulak, yang memanfaatkan kelangkaan produk untuk menjualnya dengan harga sangat tinggi. Meskipun Sony telah mencoba mengatasi masalah ini dengan kebijakan khusus di Jepang, banyak yang berharap agar langkah serupa bisa diterapkan di negara-negara lain. Bagaimana menurut kamu? Apakah kebijakan ini seharusnya diterapkan secara global untuk mencegah tengkulak? Yuk, bagikan pendapatmu di kolom komentar!

Exit mobile version